berharap bisa mengulang masa sekolah dan belajar lebih serius

Seandainya saya tahu bahwa pelajaran selama SMP dan SMA akan sangat berguna sekarang, mungkin saya akan belajar dengan lebih serius, lebih memperhatikan guru menjelaskan (walau se-boring apapun), tidak mencontek PR  dan membaca buku teks yang sudah dibeli dengan mahal.

Penyesalan memang datang terlambat. Ungkapan di atas adalah suatu bentuk penyesalan ketika secara tidak sadar, saya sedang menyimak kuliah Open Courseware MIT tentang Solid State Chemistry. Kuliah yang sedang saya simak (sebelum akhirnya terhenti sejenak untuk menulis blog ini) adalah tentang sistem periodik dan struktur atom. Yup, pelajaran yang saya pelajari di SMA.

Saya rasa saya harus mengulang materi yang amat mendasar ini, karena sekarang riset saya berkaitan dengan struktur elektronik dari suatu material. Memang istilah ini tidak saya dengar semasa SMA, tapi toh dasar teorinya tetap sama. Saya memerlukan materi ini, karena ketika saya belajar tentang struktur elektronik untuk riset saya (di tingkat master dan doktor), saya sulit untuk mengerti. Akhirnya tibalah saya menyimak rekaman kuliah MIT ini.

I wish I did better on my high school age. Saya ingat betul bagaimana guru kimia semasa SMP dan SMA menjelaskan tentang struktur atom, molekul dan sistem periodik. Saya juga ingat bagaimana mereka menjelaskan tentang struktur elektronik pada sebuah materi. Dan ketika itu, saya tidak belajar dengan serius. Dan sekarang saya rasakan penyesalannya.

Seandainya saya tahu bahwa bidang di PhD saya adalah tentang hal ini, maka saya akan belajar dengan lebih serius. Terlepas dari se-bosan apapun guru menerangkan, saya akan tetap memperhatikan dan membaca buku rujukan dengan lebih serius.

So, ada beberapa pelajaran mengenai hal ini yang saya ambil dari refleksi diri:

  1. Dari sisi murid: Belajarlah dengan giat, apapun materinya. Sulit untuk mendapat motivasi belajar ketika kita tidak menyukai pelajaran yang kita pelajari. Dahulu saya kurang minat dengan kimia, namun ternyata untuk mempelajari tentang nanoscience (bidang PhD saya), saya harus mengerti multi disiplin ilmu yakni matematika, fisika dan kimia. So, belajarlah dengan giat (untuk yang masih usia sekolah) apapun pelajarannya, karena kita tidak tahu pelajaran itu akan berguna untuk masa depan kita.
  2. Dari sisi guru: Pentingnya memberi motivasi dengan memberitahu mengapa suatu pelajaran harus dipelajari. Guru harus senantiasa belajar, mengikuti perkembangan jaman dan bisa merelevansikan pelajaran yang guru ajarkan dengan aplikasi di dunia nyata. Dalam hal ini misalnya, saat menjelaskan tentang sistem periodik, adalah penting untuk memberi motivasi bahwa setiap elemen memiliki sifat yang spesifik yang aplikasinya dapat digunakan untuk mensejahterakan manusia.

Hari ini saya harus membayar kemalasan saya belajar di masa lalu. So, ini adalah pelajaran dari pengalaman saya yang nyata. Rajin-rajinlah belajar selagi bisa, karena kita tidak akan pernah tahu kapan pelajaran itu akan kita gunakan.

– be blessed –

project fisika : konservasi energi (pembangkit listrik tenaga mikro hidro)

Pada posting sebelumnya mengenai sistem pelajaran berbasis project, saya menguraikan pengertian mengenai sistem pelajaran ini. Selain itu, saya juga bercerita mengenai pengalaman saya pada sistem pelajaran ini serta manfaat bagi guru dan siswa.

Pada post kali ini, saya memberikan contoh konkrit produk dari project yang saya buat untuk keperluan praktikum Fisika Dasar di kampus ITB. Memang produk ini digunakan oleh para mahasiswa tingkat satu. Tapi, rasanya project ini bisa dilakukan oleh anak-anak tingkat SMU dan memang konsep fisika yang digunakan adalah konsep sederhana yang kita pelajari sejak SD, yakni konservasi energi.

Project ini bernama PLTMH, yang merupakan kependekan dari Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro. Bisa dikatakan bahwa pembangkit listrik ini merupakan skala kecil dari PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air).

Saat siswa mengerjakan project ini, mereka akan belajar mengenai konversi energi yakni perubahan energi potensial (air) ke energi kinetik (air), energi gerak (kincir) kemudian ke energi listrik yang dihasilkan oleh dinamo.

Untuk lebih jelasnya, saksikan dua video berikut yang diambil oleh teman saya ketika saya sedang mengambil data :

Untuk lebih jelas melihat bagaimana bentuk komponen. komponen dari project ini, lihatlah beberapa foto berikut :

baling-baling (blade) yang menggunakan sendok makan serta runner yang menggunakan bahan plastik transparan

(rotate please) baling-baling dihubungkan dengan gear untuk menggerakan dinamo

dinamo yang digunakan dinamo bekas pemutar VCD Player

Ketika saya dan seorang teman mengerjakan project ini, kami banyak belajar mengenai konsep-konsep dasar Fisika, bahkan untuk saya sendiri yang bekerja di bidang ini, saya mengalami suatu proses belajar yang tidak berbeda. Berbeda dengan yang pernah saya pelajari di sekolah, yang dari hanya sekedar melihat, mendengar dan sekedar mengetahui mengenai konsep dasar Fisika serta bentuk dari suatu benda yang dapat menghasilkan listrik.

Ada juga beberapa teman yang tidak mengetahui bahwa dinamo seperti dinamo mobil-mobilan dapat menghasilkan listrik. Mereka berpikir bahwa hanya dinamo-dinamo tertentu saja yang bisa seperti itu, misalnya dinamo sepeda dan yang digunakan di PLTA. Saya lalu menjelaskan prinsip listrik magnet sederhana, bahwa dinamo bukan hanya diberi listrik lalu dapat bergerak, tetapi juga bisa sebaliknya. Pengalaman sederhana ini adalah contoh bagaimana mengerjakan suatu project, memberi bukti dari suatu konsep fisika dapat membuka wawasan lebih luas, ketimbang dengan hanya membaca dan mendengarkan pelajaran di sekolah.

– be blessed –

pelajaran sekolah berbasis project (research by learning, learning by doing)

Rendahnya nilai siswa pada pelajaran matematika dan sains menjadi perhatian saya akhir-akhir ini. Beberapa siswa mengeluh pada saya mengenai nilai mereka yang di bawah standar (baca : KKM) ada juga yang bertanya mengenai perlu/tidaknya mengambil bimbingan belajar.

Bukan hanya nilai saja yang rendah, minat belajar mereka pun rendah. Rasanya lebih baik mereka mengaku tidak mengerti akan pelajaran di sekolah ketimbang berkata “masa bodoh” atau bahkan “malas pergi ke sekolah”, karena dua ekspresi terakhir ini menandakan minat belajar mereka sudah hilang.

Hal ini pun menjadi perhatian para guru, mereka mengeluh akan rendahnya nilai para siswa padahal mereka sudah mengajar dengan baik dan sepenuh hati. Para guru “terpaksa” harus mengadakan tes/ujian remedial bagi para siswa yang nilainya ada di bawah standar. Soal remedial dibuat mirip (atau bahkan sama persis) serta memperbolehkan mereka untuk membuka buku (open book exam), dengan tujuan para siswa mampu mengerjakan soal itu dan memperoleh nilai yang memenuhi standar.

Tapi apakah solusi ini merupakan solusi jangka panjang? Saya rasa tidak, mengapa? Karena secara tidak langsung, kita mengajarkan siswa untuk mengejar nilai standar, dan bukan memperoleh pengalaman belajar yang sebetulnya menjadi tujuan pendidikan.

Lalu bagaimana cara untuk mengatasi permasalahan ini ? Masalah yang sudah cukup mengakar di pendididikan kita. Saya rasa, inovasi pendidikan diperlukan di sini. Ada banyak cara yang sedang diusahakan untuk meningkatkan kualitas pelajaran di sekolah/kampus. Salah satunya adalah dengan RBL (Research by Learning). Intinya, pelajaran di kelas dipelajari berbasis project yang menggunakan prinsip-prinsip pelajaran yang bersangkutan.

Berikut TED talk mengenai cara pendidikan tersebut, talk ini berjudul Studio School dan terbukti telah meningkatkan kualitas pendidikan di Inggris.

Pengalaman pertama saya dengan RBL

Saya sendiri “mengalami” sistem pembelajaran RBL ini ketika mengikuti kuliah Sistem Instrumentasi di tingkat II kuliah Fisika, ITB pada tahun 2005. Saat itu adalah dimana pertama kali adanya sistem pembelajaran RBL di program studio Fisika. Saat itu mahasiswa diberi pilihan mengenai kelas yang akan mereka pilih, apakah kelas RBL atau reguler.

Ketika itu, dominan siswa memilih kelas reguler, karena memang kelas RBL harus mengerjakan project akhir berupa sebuah alat berbasis sensor. Alhasil, hanya sekitar 25 mahasiswa (dari 80-an), yang memilih kelas ini. Saya memilih kelas ini karena tampaknya seru mengerjakan project sebuah sistem instrumentasi.

Pengalaman pertama tersebut memberi pengalaman belajar yang tidak biasanya, saya benar-benar “dipaksa” untuk melakukan sesuatu yang biasanya hanya diketahui melalui perkuliahan dengan duduk manis di bangku kuliah. Menyolder, mendesai sistem, melakukan percobaan, mengambil data, semuanya saya dan teman-teman lain melakukan secara langsung.

Saat itu, saya menikmati proses pembelajaran tersebut walau hasil alat yang saya dan teman-teman buat masih belum berjalan dengan lancar.

Menuju ke RBL-RBL selanjutnya

Setelah mata kuliah Sistem Instrumentasi, saya lalu mengalami beberapa mata kuliah lain yang berbasis RBL semasa S1 diantaranya, Fisika Inti dan Mikrokontroler. Saat mata kuliah Mikrokontroler, rasanya saat itulah saya mulai sangat menyukai RBL. Matakuliah ini diajar oleh dosen yang juga mengajar Sistem Instrumentasi (yang juga menjadi dosen pembimbing hingga kini).

Rasanya ini satu-satunya mata kuliah dimana mahasiswa bekerja dan belajar dengan keras hingga lupa waktu pada jam kuliah. Terkadang kami menghabiskan waktu hingga 3-4 jam (jam mata kuliah hanya 1 1/2 jam) mengerjakan tugas kuliah dan project akhir, bahkan terkadang dosen saya sudah tidak berada di lab dan meninggalkan kami yang sedang asik mengutak-atik alat.

Singkat kata, pengalaman kuliah dengan sistem RBL ini sangat berhasil bagi saya. Saya mengalami pengalaman belajar yang lain dari biasanya. Saya jadi lebih mengerti konsep pelajaran karena mau tidak mau saya harus mengerti karena prinsip pelajaran tersebut dipergunakan pada saat mengerjakan project akhir.

Selain itu, saya bisa mengembangkan konsep kuliah menjadi aplikasi nyata ketika mengerjakan project akhir yang berbasis aplikasi. Pada saat kuliah Mikrokontroler, saya membuat sistem lampu lalu lintas lengkap dengan alarm pelanggarannya. Sungguh puas ketika alat tersebut berjalan dengan lancar.

Manfaat RBL bagi siswa SMP dan SMU

Saya merasakan sistem pelajaran berbasis RBL ketika memasuki tingkat II kuliah S1. Saya sempat berpikir seandainya saya mengalami sistem pelajaran ini ketika SMP dan SMU, rasanya saya akan lebih mengerti pelajaran-pelajaran ketika SMP dan SMU.

Para siswa SMP dan SMU akan mengambil manfaat dari sistem belajar ini. Nah, Berdasarkan pengalaman saya, ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh, baik oleh guru maupun siswa:

  1. Siswa belajar dengan melakukan (learn by doing)
    Saya rasa belajar yang paling efektif adalah belajar dengan melakukan. Dengan pelajaran berbasis project, siswa belajar dengan menerapkan konsep-konsep pelajaran dengan melakukan, dengan membuat sesuatu yang akan membuat mereka lebih mengerti pada konsep pelajaran tersebut.
  2. Siswa akan mengingat lebih lama pada pelajaran berbasis project
    Pelajaran yang berbasis project akan lebih diingat oleh siswa. Mengapa? Karena ada “bukti” dari hasil belajar mereka, bukti yang bukan hanya sekedar nilai, tapi suatu benda konkrit yang mereka buat dengn tangan dan keringat mereka sendiri. Mereka juga akan memiliki “cerita” tersendiri tentang pelajaran itu, karena alat yang mereka buat ada di rumah mereka, dipamerkan di lab atau di sekolah mereka.
  3. Siswa belajar bekerja secara tim
    Untuk pelajaran berbasis project, idealnya jumlah siswa dalam satu kelompok tidak lebih dari tiga orang (jika terlalu banyak akan kurang efektif). Para siswa dalam satu kelompok akan belajar bekerja sama, tanggung jawab, mengatur jadwal bersama serta memahami karakter teman satu kelompok.
  4. Kapasitas guru yang membimbing dan mengarahkan
    Pelajaran berbasis project bukanlah membuat sang guru menjadi bermalas-malasan. Memang pelajaran di kelas dengan guru menjelaskan akan berkurang, tapi bukan berarti guru bisa berdiam diri saja. Kapasitas guru berubah dari yang semula aktif menjelaskan menjadi kapasitas membimbing dan menjelaskan. Dengan sistem ini, rasanya pelajaran akan lebih efektif serta energi guru pun akan terjaga.
Minggu lalu, saya berbincang dengan guru fisika ketika SMU. Beliau menerapkan sistem belajar berbasis project ini pada para siswa, katanya ketimbang mengadakan remedial demi remedial, lebih baik menugaskan siswa dengan sistem pelajaran berbasis project. Saat itu beliau dengan bangga memperlihatkan alat-alat hasil karya anak didiknya pada saya. Saya sangat senang dan menyemangati guru saya tersebut untuk mempertahankan sistem belajar ini dan meningkatkan kualitas sistem pelajaran tersebut.
Diperlukan biaya lebih daripada sistem belajar konvensional (but worth it)
Memang untuk menerapkan sistem ini, guru, sekolah dan siswa harus mengeluarkan biaya untuk mengerjakan project. Tapi saya rasa, ketimbang mengarahkan sumber daya “uang” untuk membeli buku tambahan, buku kerja (LKS), akan lebih baik digunakan untuk membuat suatu project.
Dengan manfaat seperti yang saya uraikan di atas, rasanya worth it untuk mengeluarkan biaya, bukan?
– be blessed –