kita lebih memerlukan komitmen daripada motivasi

our problem is not motivation, but commitment

Kemarin, saya belajar sebuah prinsip mengenai “efektivitas bekerja”, yang kemudian langsung saya coba lakukan dan ternyata memang benar. Adalah artikel yang berjudul “Your problem isn’t motivation”, di artikel ini diuraikan (dengan contoh kasus) mengenai perbedaan mendasar antara motivasi dan komitmen. Menurut artikel ini, masalah kita yang berkaitan dengan “kemalasan” atau hilangnya gairah bekerja bukanlah masalah mengenai motivasi. Hal yang lebih penting dari motivasi adalah komitmen.  

Seringkali kita beralasan “kurangnya motivasi” sebagai alasan utama untuk tidak melakukan sebuah pekerjaan. Misalnya, kita malas belajar karena tidak ada motivasi, bisa berkaitan dengan motivasi jangka pendek (dapat nilai bagus) atau jangka panjang (lulus kuliah dsb). Motivasi memang merupakan bahan bakar bagi semangat kita dalam menjalani pekerjaan sehari-hari. Saya tidak akan menjalani program S3 ini jika tanpa adanya motivasi dari dalam diri sendiri. Namun, apakah hanya motivasi saja penyebabnya ?

Kemarin misalnya, saya begitu malas untuk mengerjakan sebuah eksperimen yang “harus” saya lakukan. Saya merasa bahwa saya “kurang motivasi”, padahal ‘kan saya ada “keinginan” untuk cepat menyelesaikan S3 ini. Well, ternyata masalah saya bukanlah dimulai dari motivasi, tapi komitmen. Setelah saya mengerti apa yang disampaikan oleh artikel tersebut, saya memaksa diri saya untuk masuk ruang eksperimen, pakai jas lab, sarung tangan dan mulai bekerja. Dan voila, semangat saya muncul setelah 5 menit bekerja.

Image

my chem lab

So, let see… motivasi memang penting tapi bukan yang terpenting. Kalau menurut pengalaman saya, motivasi itu tidak konstan (by mood), kadang kita termotivasi ketika melihat sesuatu, misalnya film, cerita, bertemu dengan orang yang inspiratif dan sebagainya. Setelah “event” seperti itu, motivasi kita muncul, tapi tidak tahan lama ‘kan ? Gak 
lama kemudian kita kembali ke keadaan semula, malas karena katanya “kurang motivasi”. Lalu kita mencari stimulus lainnya, semangat sebentar lalu kembali hilang. Siklus yang akan terus berlanjut.

Artikel ini berkata bahwa, komitmen itu lebih penting dari motivasi. Komitmen bukan berdasarkan mood, komitmen tidak berasal dari luar diri kita (film inspiratif, orang inspiratif dsb). Komitmen berasal dari dalam diri kita, tentang seberapa besar konsistensi kita melakukan apa yang sudah direncanakan. Komitmen tidak berdasarkan “perasaan”, suka ga suka, lagi semangat atau engga, ya tugas/kewajiban harus kita lakukan.

So, komitmen-lah yang semestinya diperhatikan daripada motivasi. Komitmen juga berkaitan dengan disiplin. Kalau kita disiplin, walaupun kita sedang tidak termotivasi, pekerjaan akan tetap kita lakukan. Inilah yang membuat perbedaan.

Dari artikel ini, terdapat beberapa cara untuk membantu kita stick to the commitment:

Ciptakan lingkungan yang menunjang komitmen

Mungkin kita punya masalah dengan komitmen belajar. Kita berencana belajar 2 jam/hari tapi karena merasa “kurang motivasi”, kita menjadi kurang konsisten. Kalau kita menyimpan kertas kotretan, pulpen/pensil yang bekerja dengan baik dan buku yang terbuka, maka kita cenderung lebih mudah memaksa diri kita untuk belajar. Itulah yang saya sedang coba saat ini, dengan hanya me-hibernate laptop dan secara otomatis membuka ebook yang harus saya baca, saya menjadi cenderung langsung membaca. Selain itu dengan menaruh kertas kosong dan alat tulis di meja belajar, saya juga jadi cenderung untuk mulai belajar. 

Memiliki partner akuntabilitas

Adalah baik apabila kita punya teman yang bisa mengingatkan tentang komitmen yang sudah kita buat. Teman tersebut akan mengingatkan kita (bukan hanya sekedar memberi semangat/motivasi) akan komitmen yang sudah kita buat. Oleh karena itu, sangat penting memiliki teman belajar (bukan hanya teman hang out).

Membuat rencana yang spesifik

Rencana yang spesifik itu “belajar di rumah dari pukul 4-6 sore”, bukan hanya “belajar 2 jam/hari” (yang entah kapan itu). Dengan membuat rencana yang spesifik, kita bisa lebih mengingat komitmen yang sudah kita buat.

Just do it, lakukan dan mulailah momentum

Kalau kita malas mengerjakan sesuatu, mulailah dengan hal yang kecil. Misalnya pengalaman saya kemarin, saya memaksa diri untuk masuk ruang lab, menulis di log book, pakai jas lab dan ternyata tindakan kecil tersebut bisa membuat saya lebih mudah mengerjakan sisanya. Hal ini mirip dengan “inersia”, misalnya saat kita mendorong seuatu yang berat, sebetulnya yang sulit adalah hanya di awalnya, kan ? Karena setelah lemari itu berjalan, kita akan lebih mudah mendorongnya, bukan ?

So, keep your commitment higher than your motivation

– be blessed